Corak Marmer

Maka ditemani langit yang berubah warnanya, dari pekat menjadi ungu.
Aku terdiam, kamu pun.
Diselimuti tangan besarmu yang melingkar telanjang dipinggulku, helaan nafas terdengar samar.

Aku terdiam, meski kantuk sesekali menyergap padahal bangun saja baru.
"Aku selalu mendambakan ini" ucapnya. Aku tak bergerak.
"Lihat, warnanya kini menjadi sedikit cerah." ucapnya lagi dengan antusias.
"pagi telah datang," balasku dengan nada suara bergetar. Namun aku yakini dia tidak dapat menangkap nada kepiluan dari kerongkongan.
"Ya, pagi telah datang." ulangnya, melonggarkan pelukannya yang mana pinggulku langsung mencium dinginnya marmer, dingin.

Lalu, pergantian warna pun dia tatap lekat-lekat. Seolah tidak ada yang bisa mencuri kesenangannya dalam satu malam ini.  Sambil tersenyum puas dia pun mengecup rambutku dan membungkus tubuhku dengan kemejanya yang berwarna cerah. Sambil berdiri dia membenahi diri.

Aku tidak lagi bergerak, bahkan terlalu takut untuk bergerak. Melirik pun tak sanggup.

Tanpa sepatah kata pun, tanpa lembaran duit pun, tanpa sadar pun. Langkah kakinya yang besar dan terburu-buru menjadi sebuah teror. Aku hanya bisa menyusuri garis-garis tipis corak marmer abu dengan jari telunjuk dan tidak berani bergerak untuk bergegas pergi.

Komentar

Postingan Populer