Puan Pemeluk Duri
Matanya sembab pagi ini, bukan karena baru terbangun dari mimpi buruk.
Dia memilih terjaga agar tidak kembali mengulang potongan-potongan mimpi yang mengerikan.
Kedua tangannya memeluk tubuh dan lututnya berharap tekanan di dadanya menghilang seiring terbitnya matahari.
Dalam kepalanya banyak pertanyaan yang terus berbisik tentang banyak kemungkinan,
tapi ada satu bisikan yang membuatnya ketakutan hingga akhirnya dia menutup tirai dan mengurung diri dalam selimut tebal.
"Jika dia menemukan ku dalam keadaan tak berdaya, apa dia akan sadar aku terluka?"
Pertanyaan-pertanyaan ini bergemuruh, menyedihkan puan yang terus mengingat senyum semua orang.
Tidak kah mereka tahu senyum itu luka untuk para puan lainnya?
Apa itu yang mereka cari? Membahagiakan kah?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus terus dan terus dipertanyakan dalam kepalanya yang kecil.
Tapi puan itu pun tahu jelas jawabannya.
Ibunya tidak akan peduli meski nanti luka menghancurkan sang puan.
Dan puan tak mau mati karena memeluk duri ini.
Puan membuka mata sembabnya di sore hari, terbangun dari rasa lelah yang hebat.
Bangunnya kali ini jauh lebih membaik sebab puan sudah tahu jawabannya, dan puan sudah memilih.
Melepas pelukan berduri
dan berjalan pergi tanpa lagi peduli.
Puan tak ingin mati memeluk duri.
Komentar
Posting Komentar