Sepasang Manusia Tua
Seorang pria tua memicingkan matanya, sibuk, fokus, tak jarang dia menggunakan kaca pembesar untuk membantu matanya melihat detail-detail kecil yang tak terlihat oleh mata tuanya.
Seorang perempuan tua sibuk di dapur, membelah buah sukun yang penuh getah. Sesekali dia peperkan tangan yang terkena getah pada daster batiknya dan lanjut memotong tipis-tipis buah sukun itu.
Alunan lagu keroncong dari Waldjinah berkumandang dari piringan hitam,
Alunan cicitan burung juga terdengar seolah ikut bernyanyi bersama sang penyanyi dari sangkarnya,
Alunan suara gerimis juga terdengar meski suaranya sangat kecil terdengar, kalah dengan volume musik keroncong yang dipasang besar.
Seorang anak perempuan kecil sibuk di depan meja, memperhatikan sebuah televisi tabung yang sudah terbelah dua. Dia berkhayal banyak saat menatap banyak papan, kabel dan lampu-lampu kecil yang ada di dalam sana, "Jadi rumah barbie bisa ga ya?" tanyanya sambil menjalankan kedua jari pada papan televisi. "Tapi barbie aku kebesaran... mungkin boneka kertas bisa ya?" tanyanya lagi dalam hati.
Tak lama pria tua itu bangun dari duduknya. Kaca pembesar dia taruh, solder listrik dia taruh, lampu belajar dia matikan, dia berjalan ke arah anak perempuan kecil untuk memperingati "Eh bukan mainan ini!".
Yang ditegur lalu cemberut, huh sebal!
Perempuan tua keluar dari dapur membawa dua piring gorengan, yang satu berisi sukun dan yang satunya berisi pisang goreng.
Pria tua langsung menghampiri istrinya antusias, diambilnya pisang goreng panas dari piring. Dimakannya sambil mengipas-ngipaskan mulut kepanasan... Hah... hah... hah...
Perempuan tua menggelengkan kepala "Masih panas atuh Kung..."
Pria tua itu membalas "Pisang gorengnya enak Nem!"
Anak perempuan kecil tadi lanjut kembali menatap isian televisi tabung yang terbelah dua sambil memakan pisang goreng.
Dan Waldjinah masih terus bernyanyi dalam piringan hitam milik pria tua sore itu.
Komentar
Posting Komentar