Rupa Rasa di Jakarta - Kerutan Wajah
Sedari sore dia sudah mengangkut perlengkapan perangnya ke dalam gerobak tua dengan cat coklat dan putih yang hampir memudar. "pak.. Bapak! Besok beli LKS ya!" anak perempuan itu menggoyangkan tangan kanan bapak, merajuk agar permohonannya dikabuli. Bapak hanya tersenyum tak berani berjanji kepada anak bungsunya yang baru saja menginjak kelas 6. "Gimana nanti yo nduk..." jawabnya menggantung sambil membenarkan peci.
Tempat pertama yang selalu dia kunjungi adalah masjid alun-alun kota, pikirnya akan ada banyak orang yang berjamaah untuk solat magrib dia pun juga bisa menunaikannya dulu. Jadi sebelum adzan dia terus menunggu pembeli namun belum satu pun hamba Tuhan yang mampir ke gerobaknya. Dia menghela nafas, masih tersenyum. Selalu kok, gerobaknya akan ramai sesudah selesai ibadah jadi dia tak perlu sedih.
Sayangnya hari ini tak begitu,
Dia kalah dengan tukang baso malang yang baru saja muncul hari ini.
Gerobak baso itu sangat ramai sampai beberapa orang duduk di pinggir trotoar dekat dengan gerobak miliknya.
Iseng, dia berceletuk pada salah satu pembeli baso tersebut "Mas, pake kacang rebus makin sedep lho." diiringi senyum lebar.
Mas yang dimaksud hanya menatap si bapak sebentar lalu bergegas bangun dari duduk. Sebelum dia pergi, dia memberikan uang satu lembar biru dan menyalimi si bapak.
Bapak bingung, maksudnya apa ini? Apa aku sedang dikasihani? Aku menjual kacang, Bukan belas kasihan!
Matanya nanar, tapi ini bukan sekali dia diperlakukan begini.
Jadi tetap dia lipat dalam saku teringat anaknya yang meminta LKS besok.
Sudah empat jam dia berdiam diri di depan masjid tapi memang ini bukan rejekinya, sampai larut pun masih saja sepi mesi ada satu dua orang menghampiri untuk membeli kacang. Jadi dia memutuskan untuk berganti tempat dan mengubah strateginya. Dia terus berjalan sampai akhirnya melihat lampu minimarket menyala, sambil tertatih mendorong gerobak dia berjalan kesitu.
Dia berhenti di sebuah mini market 24 jam. Melihat kanan kiri masih ramai orang yang berlalu lalang, ntah turun dari ojek atau mencari makan malam. Sudut bibirnya terangkat tipis harap kacangnya bisa terjual setengah lagi.
"Besok beli LKS ya nduk... Insya Allah."
Tempat pertama yang selalu dia kunjungi adalah masjid alun-alun kota, pikirnya akan ada banyak orang yang berjamaah untuk solat magrib dia pun juga bisa menunaikannya dulu. Jadi sebelum adzan dia terus menunggu pembeli namun belum satu pun hamba Tuhan yang mampir ke gerobaknya. Dia menghela nafas, masih tersenyum. Selalu kok, gerobaknya akan ramai sesudah selesai ibadah jadi dia tak perlu sedih.
Sayangnya hari ini tak begitu,
Dia kalah dengan tukang baso malang yang baru saja muncul hari ini.
Gerobak baso itu sangat ramai sampai beberapa orang duduk di pinggir trotoar dekat dengan gerobak miliknya.
Iseng, dia berceletuk pada salah satu pembeli baso tersebut "Mas, pake kacang rebus makin sedep lho." diiringi senyum lebar.
Mas yang dimaksud hanya menatap si bapak sebentar lalu bergegas bangun dari duduk. Sebelum dia pergi, dia memberikan uang satu lembar biru dan menyalimi si bapak.
Bapak bingung, maksudnya apa ini? Apa aku sedang dikasihani? Aku menjual kacang, Bukan belas kasihan!
Matanya nanar, tapi ini bukan sekali dia diperlakukan begini.
Jadi tetap dia lipat dalam saku teringat anaknya yang meminta LKS besok.
Sudah empat jam dia berdiam diri di depan masjid tapi memang ini bukan rejekinya, sampai larut pun masih saja sepi mesi ada satu dua orang menghampiri untuk membeli kacang. Jadi dia memutuskan untuk berganti tempat dan mengubah strateginya. Dia terus berjalan sampai akhirnya melihat lampu minimarket menyala, sambil tertatih mendorong gerobak dia berjalan kesitu.
Dia berhenti di sebuah mini market 24 jam. Melihat kanan kiri masih ramai orang yang berlalu lalang, ntah turun dari ojek atau mencari makan malam. Sudut bibirnya terangkat tipis harap kacangnya bisa terjual setengah lagi.
"Besok beli LKS ya nduk... Insya Allah."
Komentar
Posting Komentar