Di Bawah Reklame Anggur Merah
Halo sayang, kamu ingat Selasa sore itu?
Sore itu Buah batu punya semestanya sendiri, dia gerimis dan aku tidak punya peralatan apapun untuk melindungi tubuh.
Jadi berteduh adalah pilihan bagus. Di bawah naungan halte angkot setelah lampu merah yang sebelahnya ada reklame besar produk anggur, kita berteduh, orang pun banyak berteduh. Ada yang buru-buru mengenakan jas hujan, ada juga yang menyelamatkan tasnya dan kemudian melaju kencang menembus hujan karena yakin sampai di Dayeuh Kolot tanah pun kering tak sedikit pun hujan mampir.
Sayang, tukang cuanki yang tua penuh keriput itu membuatkan dua mangkuk pesanan kita. Dia berteduh tapi tak sengaja bertemu kita yang ujungnya kita repotkan. Ah, tak apa, sekalian dia jalan sekalian dapat cuan.
Sore itu, aku masih ingat dengan tatapan matamu yang menggebu-gebu menceritakan segala mimpimu setelah lulus kuliah. Aku hanya banyak mendengarkan saja sambil mengaduk mie dan sambal tambahan. Jujur aku tak lagi selera dengan rasa cuanki ini, mendengar mu bercerita aku merasa ditampar oleh waktu. Jika aku bisa seposesif itu, aku tak mau membiarkanmu jauh, tapi aku tahu itu bukan aku. Aku ingin kamu terus berkembang lebih baik meski lebih jarang aku menatap mata mu lagi.
Kamu melemparkan tanya yang sama padaku, ya ku jawab "sama seperti mu, aku pun akan fokus mencari cuan, untuk anak istri kelak." kamu terkekeh dan menyuapkan siomay lembek yang mengembang.
"Kamu... Kamu sehat dan sukses selalu ya! Aku berdoa, jadi apapun kamu ke depannya, kamu tidak akan berubah dan selalu baik hati. Dan di mana pun kamu, orang-orang sekitar mu ku doakan selalu orang-orang yang baik dan memberimu kenyamanan."
Kamu terkekeh lagi tapi suara kekehanmu redup, matamu berkaca-kaca. Aku tahu kamu pun tak ingin pisah, sudah mulai tertampar realita bahwa setelah ini kita memasuki kehidupan dewasa, kan?
Oh sayang, jika sepuluh tahun, dua puluh tahun, lima puluh tahun, ketika aku berkunjung ke Bandung dan menyusuri jalanan ini. Meski pun ujungnya bukan lah bersamamu. Pastinya wajah dan percakapan kita sore itu adalah hal pertama yang ku ingat.
Sore itu Buah batu punya semestanya sendiri, dia gerimis dan aku tidak punya peralatan apapun untuk melindungi tubuh.
Jadi berteduh adalah pilihan bagus. Di bawah naungan halte angkot setelah lampu merah yang sebelahnya ada reklame besar produk anggur, kita berteduh, orang pun banyak berteduh. Ada yang buru-buru mengenakan jas hujan, ada juga yang menyelamatkan tasnya dan kemudian melaju kencang menembus hujan karena yakin sampai di Dayeuh Kolot tanah pun kering tak sedikit pun hujan mampir.
Sayang, tukang cuanki yang tua penuh keriput itu membuatkan dua mangkuk pesanan kita. Dia berteduh tapi tak sengaja bertemu kita yang ujungnya kita repotkan. Ah, tak apa, sekalian dia jalan sekalian dapat cuan.
Sore itu, aku masih ingat dengan tatapan matamu yang menggebu-gebu menceritakan segala mimpimu setelah lulus kuliah. Aku hanya banyak mendengarkan saja sambil mengaduk mie dan sambal tambahan. Jujur aku tak lagi selera dengan rasa cuanki ini, mendengar mu bercerita aku merasa ditampar oleh waktu. Jika aku bisa seposesif itu, aku tak mau membiarkanmu jauh, tapi aku tahu itu bukan aku. Aku ingin kamu terus berkembang lebih baik meski lebih jarang aku menatap mata mu lagi.
Kamu melemparkan tanya yang sama padaku, ya ku jawab "sama seperti mu, aku pun akan fokus mencari cuan, untuk anak istri kelak." kamu terkekeh dan menyuapkan siomay lembek yang mengembang.
"Kamu... Kamu sehat dan sukses selalu ya! Aku berdoa, jadi apapun kamu ke depannya, kamu tidak akan berubah dan selalu baik hati. Dan di mana pun kamu, orang-orang sekitar mu ku doakan selalu orang-orang yang baik dan memberimu kenyamanan."
Kamu terkekeh lagi tapi suara kekehanmu redup, matamu berkaca-kaca. Aku tahu kamu pun tak ingin pisah, sudah mulai tertampar realita bahwa setelah ini kita memasuki kehidupan dewasa, kan?
Oh sayang, jika sepuluh tahun, dua puluh tahun, lima puluh tahun, ketika aku berkunjung ke Bandung dan menyusuri jalanan ini. Meski pun ujungnya bukan lah bersamamu. Pastinya wajah dan percakapan kita sore itu adalah hal pertama yang ku ingat.
Komentar
Posting Komentar